Thursday, May 24, 2007

Porto, Berdiri di Atas Dua Dunia


Kekokohan gedung-gedung tua, tak sekadar berperan sebagai pembingkai sejarah kota Porto. Tetapi juga pemberi arti akan pentingnya sebuah kebesaran masa lampau.

Senja merambah pelan menyiratkan warna keemasan. Pemandangan kota Porto kian membayang membentuk siluet besar. Gedung-gedung tua berasitektur kuno yang merangkai sebagian wajah kota ini, terasa lebih hangat menyapa. Dalam tapak-tapak budaya klasik eropa kota ini pun bertutur tentang kebesaran Portugal.

Portugal adalah sebuah negara di eropa barat daya. Negara ini berbatasan langsung dengan Spanyol di utara dan timur, serta Samudra Atlantik di bagian barat. Portugal terbagi atas 18 distrik, ditambah kepulauan Azores dan Madeira.

Wajah sebagian Portugal, dibelah sungai Tagus yang menjadi sungai terbesar di Semenanjung Iberia. Sungai ini memanjang sejauh 1.038 km.
716 kilometernya berada di Spanyol, dan 275 km sisanya di Portugal. Sedangkan 47 km lagi merupakan batas antara Portugal dan Spanyol.
Sumber mata air sungai Tagus adalah Fuente de García, yang terletak di pegunungan Albarracín dan bermuara ke Samudra Atlantik di Lisabon.

Di masa lalunya kejayaan Portugal pernah terwakili oleh sosok Vasco Da Gamma. Seorang tokoh penjelajah yang membangun rute lautan dari Eropa ke India. Pelayarannya memungkinkan perdagangan dengan Timur Jauh, tanpa menggunakan rute kafilah Jalur Sutera yang mahal dan tidak aman, antara Timur Tengah dan Asia Tengah.

Vasco Da Gama merupakan pembuka gerbang era dominasi Eropa selama ratusan tahun melalui kekuatan laut dan perdagangan. Bahkan khusus di India kolonialisme Portugis bisa bertahta selama 450 tahun.

Ketika keseragaman (globalisasi) menjadi sebuah keniscayaan Portugal tetap melindungi akar budaya mereka dari penetrasi kebudayaan asing. Warga Portugal juga dikenal sangat membanggakan bahasa nasional mereka sehingga terkadang menyulitkan mereka sendiri ketika harus berinteraksi dengan orang lain menggunakan bahasa asing. Mayoritas penduduk Portugal (97%)-nya, beragama Katolik Roma.. Sedang (1%)-nya Protestan dan 2%-nya beragama lain.

Struktur Ekonomi Portugal lebih ditopang oleh sektor jasa. Meskipun hasil pertanian utama mereka seperti padi, kentang, zaitun, (olives), anggur, domba, lembu, kambing, unggas, ayam itik, daging, juga kedelai dan jagung berkembang baik. Portugal juga dikelilingi udara yang sejuk dan kondisi alam yang sangat indah, sehingga industri pariwisatanya sangat bagus.

Sementara Porto sendiri, merupakan kota terbesar ke dua di Portugal setelah Lisabon. Arsitektur kota Porto terangkai oleh bangunan abad pertengahan yang berdiri kokoh melewati batas waktu. Kekokohan gedung-gedung tua inipun, tak sekadar berperan sebagai pembingkai sejarah kota Porto. Tetapi juga pemberi arti akan pentingnya sebuah kebesaran masa lampau.

Porto mulai dipenuhi masyarakat pendatang pada abad ke 8. Mereka inilah yang kemudian membentuk wajah kota ini. Porto juga berjasa melahirkan seorang negosiator ulung bernama Afonso Martins Alho. Orang inilah yang berjasa mendamaikan antara Inggris dan Portugal untuk menandatangani sebuah pakta perjanjian di tahun 1352. Hingga kini nama Alfonso tetap diingat bukan hanya oleh masyarakat Porto, tetapi juga seluruh penduduk Portugal.

Seolah terlindungi oleh dinding-dinding besar yang mengelilinginya, semangat keagamaan, masyarakat Porto pun tidak pernah luntur. Dentang relijius yang berasal dari Gereja Sao Fransisico (bangunan yang dibangun pada akhir abad 14 hingga awal abad 15) tak pernah jeda menggema. Artistik Sao Fransisco pernah diperbaharui dengan tanpa merubah susunan struktur bangunannya. Keindahan gereja ini semakin “terang” memasuki abad 17 dan 18. Interior ruangannyanya dipenuhi lukisan-lukisan kayu dan kotak emas.

Semangat dan jiwa kota Porto sebagian terepresentasikan pada sebuah klub sepak bola lokal bernama FC Porto atau Futebol Clube do Porto. Klub ini didirikan pada tahun 1893 oleh António Nicolau de Almeida. Dalam jajaran elit sepak bola Portugal FC Porto sejajar dengan Sporting Lisboa dan Benfica, sebagai tiga klub besar. FC Porto mempunyai stadion bernama Estádio do Dragão. Sebelumnya stadion ini bernama Estádio das Antas sebelum direformasi pada tahun 2003 lalu. FC Porto telah dua kali menjuarai Liga Champions. Pertama kali pada tahun 1987 dan 2004 lalu, menjuarai Piala UEFA di tahun 2003.

Indahnya Porto tidak hanya bisa dilihat ketika matahari memberi sinar dan menyulut warna perak di dinding-dinding kota. Tetapi juga saat temaram bulan melukis wajah Porto dengan mengguyurkan warna-warna kuning menyilaukan mata.

Keajaiban Kamboja dan Angkor Wat


Dari permulaan tahun 1300 sampai 1863, Kamboja dan Muang Thai seakan terikat dalam satu rumpun keluarga. Sehingga kebudayaan keduanya terkesan saling pengaruh-mempengaruhi.



Kamera ditanganku terus mengerjap merekam warna-warni keajaiban Kamboja. Seiring kaki melangkah, ketakjuban seperti tak pernah jeda menyapa mataku. Sungguh tak terbayangkan jika semua keindahan ini pernah menjerit ngeri, oleh letupan mesiu dan raungan pesta-pesta senjata.
Kini siapa yang menyangka gulungan awan kedamaian terasa begitu rindang memayungi Kamboja. Tak tersisa lagi gambaran porak poranda akibat perang saudara. Rangkuman cerita sedih itu telah mereka letakkan pada salah satu sudut sejarah. Dengan pemerintahan yang tersistemasi dalam garis monarki konstitusional. Kamboja terus menggeliat berbenah mengikis sisa-sisa tirani kekaisaran Khmer.
Dalam tata geografisnya, Kamboja bersinggungan dengan Thailand di bagian barat, Laos di utara, Vietnam sebelah timur, dan Teluk Thailand di selatan. Dengan demografis tersebut tak heran jika entitas budaya ketiga negara ini hampir sulit dibedakan. Salah satunya terbersit pada keberadaan kendaraan sederhana bernama tuk-tuk. Meski tak sepenuhnya sama, namun i pemilihan nama dan bentuk transportasi Kamboja ini hampir serupa dengan tuk-tuk di Thailand.
Pembedanya, khusus tuk-tuk Kamboja sengaja menonjolkan paduan antara dua item kendaraan yang hampir sejenis. Yaitu alat transportasi yang tak disentuh mordenitas (kereta kayu) dengan alat transportasi yang kental akan ciri kemajuan teknologi (motor). Hasilnya, sebagai alat transportasi dua item ini mampu mengisi celah antara nilai budaya tradisional dan modern.
Pada pojok wajah Kamboja yang lain tersimpan bangunan tujuh keajaiban dunia. Keajaiban itu terpresentasikan dalam sebuah maha karya bernama Angkor Wat. Bangunan ini memang tak hanya indah tapi juga tersusun oleh tiang-tiang relijiusitas. Karena bentuk dasar Angkor Wat adalah candi tempat persembahyangan guna memuja sang pencipta.
Angkor Wat tidak berdiri sendiri karena tertanam bersama candi-candi lain di dalam kemegahan komplek Angkor Tom. Dan di komplek Angkor Tom berjajar berdampingan bangunan suci umat Budha, Hindu-Siwa serta pemuja Wisnu tanpa saling menindih. Terkumpulnya ragam kepercayaan dalam satu tempat, lebih disebabkan oleh perjalanan waktu yang membentuknya.
Pada abad ke-9, ketika Raja Jayawarman berkuasa, dia berusaha menyatukan bagian negara-negara yang terpecah-pecah. Upaya ini dimanifestasikan dengan membangun istana serta kota di kawasan Angkor (Angkor Tom). Pembangunan besar ini tak bisa langsung rampung. Kemudian pada masa pemerintahan Indrawarman antara abad IX-X, pembangunan Angkor Tom bergulir kembali.
Penataan istana terasa lebih lengkap karena berdiri juga candi-candi, menara-menara dan dinding kota. Keindahan bangunan ini akhirnya terselesaikan tatkala tampuk kepemimpinan beralih ke Raja Suryawarman pada tahun 1112-1152. Aksentuasi terakhir yang digoreskan Raja Suryawarman terasa lebih lengkap oleh keindahan Angkor Wat.
Gerbang Angkor Wat tersusun hampir serupa dengan candi Prambanan di ranah Jawa. Hanya saja di dalam bangunan candi ini, terdapat pilar-pilar besar yang menopang bangunan secara tegap. Diantara ruang-ruang lengang Angkor Watt terduduk sebuah patung besar. Tak sekadar bagian penghias candi patung ini pun menebarkan aroma magis area pemujaan. Sementara relief-relief yang terdapat pada dinding candi mengalirkan sebuah cerita. Suatu Legenda Mahabharata dan Ramayan yang dituturkan untuk menyelaraskan kedalaman filosofi hidup.
Pun sebagai tempat tinggal sang pencipta tempat ini selalu dikawal oleh biksu-biksu suci. Berbalut busana sederhana mereka membimbing umatnya mereguk ranum Nirwana. Kendati tak bisa dipungkiri, ada kalanya mereka juga muncul apa adanya. Karena pada dasarnya mereka tetap membawa satu sisi manusia biasa.