Monday, August 13, 2007

Menuju Dunia Nan Damai


Di era ilmu pengetahuan dan teknologi modern, proses keratif tak bisa dibendung. Tapi dibalik itu, manusia tak boleh kehilangan rasa kemanusiaan, sekaligus harta terbesarnya semenjak lahir, untuk terus mengumandangkan nilai-nilai perdamaian.

Bersama bergemanya dentang genta dan wewangian bunga pendeta Sri Sri Ravi Shankar melangkah mendekati sebuah tungku besar dan meletakkan obor ditangannya pada tungku tersebut. Api pun langsung berkobar membakar seluruh area tungku tanpa tersisa.

Jilatan api kian membesar semakin menegaskan bahwa “Api Perdamaian” telah dihidupkan. Seketika aura kebajikan langsung berpendar, merebak mengisi setiap sisi pelataran Garuda Wisnu Kencana Park, Jimbaran, Bali. Dan bagai terkesiap oleh magisnya, ratusan pasang mata tak henti menatap geliat api perdamaian yang tengah mengurai pesannya.

Perayaan pancaran api perdamaian sejatinya bersumber dari upacara, Homa Yadnya. Sebuah ritual keagamaan masyarakat Hindu di Bali. Sekarang dalam perayaannya meski masih dalam balutan ritual agama, pancaran api perdamaian mempunyai manifestasi yang jauh lebih besar. Yaitu menyatukan dunia dalam satu ikatan keluarga. Dengan dipandu pendeta Sri Sri Ravi Shankar seorang pemimpin spiritual asal India dan pendiri The Art Living Foundation, diharapkan bisa memberikan pancaran kedamaian kepada masyarakat dunia.

Sekitar 5000 umat, 700 orang diantaranya utusan dari 27 negara, mengikuti secara hikmat perayaan bertema “Mpu Kuturan untuk Bali 1000 tahun ke depan”. Mpu Kuturan sendiri merupakan orang yang membangun dan meletakkan dasar ritual ini seribu tahun silam. Dia juga berjasa menata kembali tata kemasyarakatan di bidang spiritual (social religius) di masa pemerintahan Raja Udayana. Pada tahun 999 Masehi (Isaka 921) memimpin sebuah pertemuan besar di Samuan Tiga, Gianyar. Dihadiri segenap komponen masyarakat Bali, pertemuan ini menyepakati tiga prinsip dalam menyembah Tuhan yang tunggal dalam wujud Brahma, Vishnu, dan Maheswara.

Banyak faktor yang membuat upacara perayaan Pancaran Api Perdamaian yang dipusatkan di Bali. Bertepatan dengan Hari Raya Saraswati (hari lahirnya ilmu pengetahuan), acara ini dilengkapi unsur-unsur alam yang disatukan dengan elemen ritual yang tumbuh dan berkembang di India dan Pulau Dewata.

Perayaan ini sekaligus menjadi mometum bagi umat manusia untuk mengukur dan merefleksikan diri sejauh mana dirinya telah melangkah mewarnai dunia ini. Saat ini penduduk dunia diperkirakan mencapai 6,8 miliar jiwa dan saling bersaing dalam suasana yang memiriskan. Persengketaan antar suku, pengikisan nilai-nilai kemanusiaan, pertentangan matra ekonomi dan bergesernya pemahaman keagamaan. Pun ditambah dengan semakin menipisnya materi alam yang tersimpan dalam kandungan bumi.

Perubahan cuaca yang sangat drastis dan pemanasan global meningkat setiap saat. Beberapa bagian dunia semakin tak tersentuh perkembangan teknologi dan perekonomiannya. Namun di sisi lain kesenjangan sosial semakin melebar. Kedamaian adalah perwujudan hakiki bagi tiap insani. Kedamaian sangat mungkin didapatkan apabila masing-masing dari kita berani melakukan perubahan. Bukan hanya dalam takaran alam pikiran. Namun juga hati nurani.

Pada akhirnya pengalaman hidup dalam suasana harmonis akan mengkristal seperti tatanan "Tri Hita Karana". Dalam mengatur hubungan harmonis antara sesama umat manusia, lingkungan dan Tuhan Yang Maha Esa. Pun demikian dengan ritual "Homa Yadnya" diharapkan umat manusia mampu memahami konteks kekinian, mengulang peristiwa di Samuan Tiga, Kabupaten Gianyar, Bali, seribu tahun silam. Menjaga spirit keagamaan sekaligus membangun semanagat perdamaian dan kebersamaan.

No comments: