Monday, July 16, 2007

Cangkir Kecil Yang Ingin Bercerita


Yuni Shara


Kehadirannya mampu memberi panorama berbeda pada ranah musik sekaligus pengisi deretan nama selebritas tanah air yang populis. Ketika dia bercerita dengan musiknya itu biasa tetapi bagaimana saat Yuni merepresentasikan dirinya lewat sebuah buku.


Musik menurut Aristoteles mempunyai kemampuan untuk mendamaikan hati yang gundah, terapi rekreatif bahkan bisa menumbuhkan jiwa patriotisme. Rangkaian dari tiap-tiap nadanya terkadang lebih bisa bercerita ketimbang kalimat terpanjang yang pernah disusun seseorang. Namun ada kalanya musik hanya bunyi kosong dan hampa belaka saat diwujudkan tanpa hadirnya sebuah jiwa. Memang dibutuhkan sosok dengan level tertentu agar bisa membawa musik dan lagu tersebut lebih punya rasa. Dan Yuni Shara bisa melakukannya.
Nama lengkapnya Wahyu Setyaning Budi, sosok imut yang bisa menempatkan kepopulerannya dengan interprestasi berwarna di benak masing-masing masyarakat. Orang-orang diberi ruang untuk mengenalnya dengan “wajah” beragam. Entah sebagi kakak dari seorang diva pop terkenal, istri pengusaha, pelantun tembang melankolis tempo dulu, pemilik suara lembut sampai sosok penyanyi bertubuh mungil. Tapi diantara semua “berkah” tersebut dia tetap menonjol sebagai seorang penyanyi berkualitas yang hangat menyapa siapa saja.

Kehangatan itu pun terasa saat dirinya menceritakan ihwal buku dan album barunya guna menandai tetapak perjalanan usianya yang ke 35, Yuni. ”Judul albumnya Yuni Shara 35, dan untuk bukunya 35 Cangkir Kopi Yuni Shara,” paparnya diiringi tawa kecil. Akibatnya Yuni kini dihadapkan pada sebuah rutinitas baru yaitu sibuk berpromosi. “Bahkan dalam waktu dekat ini kita akan ke Malaysia,” tandasnya lagi.

Di album barunya Yuni meminta campur tangan gitaris Tohpati untuk mengaransemen musiknya sekaligus memberikan nuansa baru. Musisi lain yang juga terlibat adalah Melly Goeslaw dengan lagu ciptaannya berjudul SEPI. Sebuah lagu yang bertutur tentang kesedihan Yuni, tepatnya saat sang suami tercinta tengah mengalami cobaan besar.
Sedangkan untuk buku, Yuni dibantu oleh Tamara Geraldine yang berkolaborasi dengan Darwis Triadi.

Konteks untuk mencapai titik keberhasilan bagi masing-masing orang tentu berbeda, baik dari sisi pemaknaan maupun kenyataan. Pun sama halnya dengan Yuni dalam meretas jalan suksesnya. Diapun harus menyusuri lorong panjang permainan hidup yang terkadang tersenyum sinis atau manis terhadap dirinya. Tak berlebihan jika idiom cangkir digunakan untuk merefleksikan seorang Yuni dalam bermetamorfosis menjadi perempuan matang. Karena untuk membuat cangkir diperlukan tempaan dan pemanasan tinggi sebelum bersinar dan memiliki tampilan bagus. ”Dan itu sedikit banyak menggambarkan perjalanan hidup saya, yang sering menerima pengalaman pahit dan berat,” ujar ibu muda ini.

Abstraksi cangkir sendiri menurut Yuni adalah benda yang tidak perlu dipegang dengan keseluruhan tangan, tapi cukup usefull dalam mengusung tetes air kesejukan. “Kita cukup menggunakan dua jari kita saja untuk minum dari cangkir,” ujar perempuan kelahiran 3 Juni 1972 ini. Adapun sosok Yuni memang selalu bisa memberi kedamaian kepada teman-temannya. Menurut Tamara, Yuni tak pernah lelah meluangkan waktu sempitnya untuk teman dan saudaranya. Meski ada kalanya kerapuhan juga datang mendera.

Setidaknya gambaran itu terlihat saat Yuni membuka tirai kesedihannya dalam susunan kalimat sendu yang dia tulis di bukunya,” “Sebenarnya jenis perempuan macam apa aku ini tidak menjerit di kala sakit, tidak bergerak di kala memang waktunya harus pindah. Aku sebenarnya sudah sering menjerit tapi hanya di dalam hati, sampai aku sendiripun gak pernah denger suara hatiku sendiri.”

Di tengah sekian banyak gundukan asa pada album dan buku barunya, ada juga harapan sederhana,” Anak-anak saya baru latihan membaca jadi buku ini bisa jadi media untuk belajar.” Sepucuk keinginan sederhana dari seorang Bunda laiknya kebanyakan kaum ibu. Hal ini kian menandaskan bahwa menyandang predikat sebagai orang terkenal tak membuat Yuni terus mengawang. Sesekali dia ingin menjadi manusia biasa. Sejenak rehat dalam lelap, mendekap erat cinta Cello Obient Siahaan Cavin dan Obrient Salomon dua permata hatinya.

No comments: